Oleh: Ecevit Demirel (ede)
RIAUANTARA.COM | SANGAT-sangat memprihatinkan bahkan bikin sesak nafas memang, ironi yang tersaji saat ini. Pancasila tak lebih dari sekedar hiasan dinding yang tak memiliki makna. Nilai-nilai luhur yang terkandung pada sila demi sila Pancasila tak lagi menyentuh moralitas bangsa. Mentalitas segelintir pemimpin bangsa justru makin memburuk. Padahal segala aspek kehidupan berkebangsaan termaktub di dalamnya.
Kita menjadi saksi hidup, dimana tanpa ada beban bahkan tanpa merasa berdosa sedikit pun, para oknum pemimpin bangsa -- baik di tataran eksekutif maupun legislatif -- menandatangani "MoU korupsi" yang jumlahnya miliaran bahkan triliunan rupiah. Mereka tak sadar bahwa di dinding ruang kerja mereka ada burung Garuda yang selalu mengawasi aktivitas yang jelas-jelas mengkhianati dan menyakiti hati rakyat tersebut.
Simbol-simbol burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan, seolah tak memiliki pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Sementara, pada lain kesempatan mereka dengan rajin membacakan lima sila Pancasila secara lengkap di depan para bawahannya secara jelas dan tegas.
Kita tentunya sepaham bahwa masyarakat Pancasilais hanya akan terwujud bilamana para pemimpin bangsa ini mampu memberikan contoh tauladan melalui perilaku yang Pancasilais, yakni pemimpin yang selalu memperhatikan nasib rakyatnya sesuai dengan tujuan kesejahteraan dalam sila Pancasila.
Pemimpin Pancasilais adalah sosok pemimpin yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakatnya. Ia senantiasa mengkedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan-kepentingan lain.
Pemimpin Pancasilais adalah pemimpin yang tidak terlalu berambisi mengejar jabatan demi kepentingan pribadi. Ia tidak mau menanamkan permusuhan dengan lawan-lawan politiknya.
Pemimpin Pancasilais adalah sosok pemimpin yang selalu dengan teguh mengamalkan sila-sila Pancasila dengan sempurna. Ia adalah pemimpin yang memiliki jiwa religiositas sesuai dengan sila pertama Pancasila, selalu menanamkan jiwa-jiwa keadilan dalam setiap aspeknya, bersikap toleran dan terbuka sebagai jalan untuk mempersatukan semua unsur perbedaan yang ada, dan selalu bijak dalam pengambilan keputusannya.
Bangsa Indonesia adalah adalah bangsa yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Untuk itu kita dituntut selektif memilih sosok calon pemimpin. Hendaknya, yang memimpin kita benar-benar memiliki kapabilitas mumpuni serta bermoral Pancasila.
"Indonesia butuh pemimpin yang berani mengambil kebijakan-kebijakan yang selaras dengan Pancasila, yakni kebijakan yang mementingkan kesejahteraan rakyat". Demikian biasanya pernyataan atau "warning" dari para legislatif maupun aktivis sosial kemasyarakatan pada saat-saat berlangsungnya proses suksesi kepemimpinan.
Kukuhnya Pancasila sebagai dasar NKRI telah mengorbankan nyawa sesama bangsa sendiri. Ini bukti bahwa Pancasila adalah hasil kerja keras para pemimpin bangsa dalam menghadapi kondisi pluralitas bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam unsur, baik suku bangsa, adat istiadat maupun agama yang berbeda-beda. Nilai-nilai universalitas Pancasila makin tampak ketika menghadapi pluralitas masyarakat Indonesia ketimbang harus mengadopsi kelompok agama tertentu.
* Jalan Tengah
Pancasila merupakan jalan tengah dari semua unsur yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan bahwa kesaktiannya telah teruji. Beberapa usaha dari kelompok masyarakat yang ingin mengubahnya menjadi ideologi lain pun gagal.
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berusaha menyingkirkan posisi Pancasila dengan kekuatan senjata, akhirnya harus mengakhiri hidupnya, setelah dengan sukses menculik dan menganiaya dengan kejam para tokoh teras bangsa Indonesia yang Pancasilais.
Kartosuwiryo yang hendak mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dan memusatkan gerakannya di Jawa Barat, akhirnya bertekuk lutut, menyerahkan diri setelah menjadi buronan tentara Indonesia.
Beberapa tahun ke belakang, bibit-bibit gerakan sejenis yang trend dengan sebutan Islam radikal makin menggurita tidak hanya pada satu kawasan, namun mulai menancapkan kukunya di berbagai pelosok tanah air. Serangkaian aksi persekusi (perlakuan buruk atau penganiayaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain karena perbedaan suku, agama atau pandangan politik) mulai meletup di sejumlah tempat. Bahkan aksi yang lebih ganas lagi, yakni serangkaian aksi terorisme, mulai marak sejak beberapa tahun ke belakang, yang tentunya membuat pihak intelijen dan aparat keamanan bekerja lebih ekstra demi mencegah dan menangkalnya. Sejauh ini, upaya cegah tangkal yang dilakukan pemerintah terbilang tegas dan berhasil, meski secara frontal pula elemen-elemen tertentu menentang melalui perang opini, aksi-aksi pengerahan massa, propaganda dan sebagainya.
Ketegasan sikap dan tindakan pemerintah membuktikan bahwa Pancasila tetap sakti di tengah ironi. Demi keutuhan Pancasila, para pemimpin dan rakyat Indonesia dengan tegas menolak setiap usaha penggeseran Pancasila sebagai hasil "ijtihad" para pemimpin bangsa menjadi ideologi lain yang tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang pluralistik.
Kita selaku rakyat Indonesia hendaknya sadar dan meyakini bahwa Pancasila merupakan jalan terbaik dari semua ideologi yang pernah ditawarkan oleh para pendiri bangsa.
Hari ini, tanggal 1 Oktober, adalah Hari Kesaktian Pancasila. Momentum ini hendaknya tak sekedar menjadi ajang simbolisasi peringatan tanpa makna.
Kita tidak bisa berdiam diri membiarkan nilai-nilai luhur Pancasila hilang tanpa meninggalkan jejak.
Setelah introspeksi diri, ayo kita bangkit! Bersama kita mewujudkan masyarakat Pancasilais. Teramat banyak hal positif yang bisa kita lakukan demi mewujudkannya.
Pancasila itu sakti
Pancasila itu sakral
Pancasila itu suci
Pancasila itu harga mati
Pancasila itu asas;
asas dari segala asas
SELAMAT HARI KESAKTIAN PANCASILA 1 OKTOBER !!
PANCASILA,, ABADI !!
Sekedar informasi, Penulis adalah jurnalis, aktivis sosial kemasyarakatan yang pernah membidangi Ideologi dan Politik di MPW Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Barat.
Tulisan ini merupakan daur ulang dari tulisan terdahulu, dengan tambahan referensi dan penyesuaian dengan perkembangan situasi terkini.
Opini : Ecevit Demirel (ede)
Publis : Rahmad.HT
Komentar