Sidang Ditunda,LSM GTB Kaget Pelapor Amril Mukminin Belum Pernah Hadir Disidang | riauantara.co
|
Menu Close Menu

Sidang Ditunda,LSM GTB Kaget Pelapor Amril Mukminin Belum Pernah Hadir Disidang

Jumat, 14 September 2018 | 07:38 WIB
RIAUANTARA.COM | Pekanbaru - Untuk kedua kalinya, sidang lanjutan perkara Tindak Pidana ITE yang berawal dari ‎Pemberitaan Wartawan Media Online HarianBerantas Toro Laia yang kini jadi terdakwa atas laporan Bupati Bengkalis Amril Mukminin, Kamis (13/09/18), kembali ditunda. 

Sidang ini rencananya masih mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi pelapor dari pihak Amril. Namun kembali ditunda seperti yang terjadi Kamis pekan lalu.

"Sudah kedua kali penundaan dan dijadwal kembali Kamis pekan depan. Ya gak apa-apa. Kan memang pihak PN sedang banyak kegiatan internal. Namun, kita tetap siap menghadapi setiap keterangan dari pihak saksi pelapor," ungkap Penasehat Hukum Toro, Jusman SH, Kamis malam.

Toro sendiri, kata Jusman, selalu taat, kooperatif dan menghormati proses hukum yang terjadi.‎ "Klien kami justru sangat kooperatif karena kami yakin klien kami memang tidak‎ melanggar pidana. Setiap panggilan sidang dihadiri bahkan selalu stand by," ucapnya.

Mencermati proses sidang Toro ini, Ketua LSM Gerhana Tunas Bangsa (GTB) Riko Rivano mengaku geram dan menyayangkan sikap Pelapor Amril Mukminin.

"Tadi saya dan rekan-rekan GTB ke PN Pekanbaru untuk memantau sidang. Meski ditunda, tapi disitu saya kaget mendengar ternyata Amril sendiri belum pernah hadir di sidang. Padahal, Ia sendiri mengaku sebagai korban pencemaran nama baik akibat tulisan berita wartawan," paparnya.

Riko mempertanyakan, kenapa Pelapor tidak pernah hadir dan kenapa justru para saksi yang men‎yatakan derita yang dialami Amril akibat berita tersebut. 

"Jadi dimana asas Equality Before The Law, asas kesamaan dimata hukum. Kenapa tidak hadir? Apa tidak dipanggil?," ujar Riko.

Jika ternyata dipanggil tapi tidak hadir, maka, kata Riko, Pelapor dalam hal ini Amril, bisa diduga tidak menghormati peradilan.

"Jika memang Amril mengaku korban, tapi saat dipanggil bersaksi di muka pengadilan tidak datang selain sakit, maka, bisa disebut Contemp Of Court. Saya berharap Bupati Amril jangan sampai menghina peradilan. Jika status jelas sebagai pelapor atau korban mencari keadilan, harus menunjukkan rasa hormat pada hukum. Apalagi sebagai korban harus menjelaskan sendiri kerugiannya. Itu jelas tertuang di Pasal 224 ‎KUHP dan Peraturan Mahkamah Agung," jelas Riko.‎

‎Dilanjutkannya, Sidang Perkara ITE tidak bisa hanya menampung kesaksian orang lain selain korban atau pelapor sendiri.
"Kan tak bisa kalau kerugian yang dialami seseorang korban akibat tindakan orang lain, penjelasannya diwakilkan oleh Tim Sukses. Kata wartawan disini, Tim Sukses yang jadi saksi itu yang malah intena hadir disini. Saya yakin, hakim pasti tidak akan mendengar keterangan yang bersifat spekulasi ini. Sebaiknya hakim menggali peran Tim Sukses ini dan bila perlu membersihkan para makelar kasus jika ada dalam perkara ini. Hakim bisa curiga dan akan menggali dimana sebenarnya Pelapor di BAP oleh penyidik," tutur lagi.

‎Untuk diketahui, kasus mendera Toro ini memantik perhatian Direktur Media Watch Riau Wahyudi E Panggabean, mengecam keras dengan masuknya kasus ini ke ranah peradilan.

Tokoh Pers Riau sekaligus Jurnalis senior dan Pendiri Sekolah Jurnalistik di Riau, ‎ini mengaku terusik setelah mencermati kasus ini.

"Saya sudah melihat lebih dalam kasus ini. Saya lihat, sengketa ini dipaksakan masuk ke ranah pidana padahal sudah ada hasil sidang Pernyataan, Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers antara kedua belah pihak, baik pengadu dan teradu yang menyatakan kasus ini tak masuk ranah pidana," ungkap Wahyudi dalam Jumpa Pers, Sabtu (28/08/18).

PPR Dewan Pers, kata Wahyudi, telah menyatakan bahwa berita yang dimuat Harianberantas‎ yang ditulis oleh Toro Laia, telah melanggar Kode Etik Jurnalis. Dewan Pers meminta media itu membuat hak jawab dan permintaan maaf.

"Bagaimana caranya membuat Hak Jawab skaligus Permintaan Maaf jika Pengadu yakni Bupati Bengkalis, tidak kunjang mengirimkan Hak Jawab itu sesuai PPR. Lalu, tanpa melihat alasan kenapa tak ada Hak Jawab dan permintaan maaf lalu Polisi langsung menyidik dan menjadikan Toro sebagai tersangka pelanggar Undang-undang ITE," urai Wahyudi.

‎Toro, jelas Wahyudi, jelas pelanggar Kode Etik. Tapi, bukan Pelanggar Undang-undang ITE. Ia adalah wartawan pertama di Riau yang jadi tersangka sejak Undang-undang ITE tahun 2008 diberlakukan.

‎Kuasa Hukum Toro, Jusman, mengaku heran kenapa Majelis Hakim menolak Eksepsi yang dilayangkan pihaknya selaku terdakwa.Padahal, katanya, jelas sudah ada Nota Kesepahaman alias Momorandum of Understanding(MoU) ‎antara Dewan Pers dan Polri tahun 2012, yang menyebutkan jika perkara Jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers.

Diuraikan singkat, kasus ini bermula ketika Media Harianberantas memuat berita tentang dugaan korupsi Dana Bansos kabupaten Bengkalis tahun 2012, yang telah menyeret mantan Bupati Bengkalis Herliyan Saleh dan sejumlah anggota DPRD Bengkalis.

Harianberantas memuat sedikitnya 8 (depalan) edisi pemberitaan seputar kasus itu yang diduga menyatakan Bupati Bengkalis Amril, selaku mantan Anggota DPRD Bengkalis‎, terlibat namun tak kunjung disidik.

Atas berita-berita itu, pada Januari 2017 Amril pun melaporkan melaporkan Harianberantas dan Toro Laia selaku wartawan media tersebut ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau.

Atas laporan itu, pihak Subdit II Unit ITE Ditreskrimsus Polda Riau berkonsultasi ke Dewan Pers atas berita itu.

Dewan Pers pun menerima Aduan pihak Amril selaku Pengadu terhadap Toro selaku Teradu sebagai bagian dari sengketa Pemberitaan dan menilai bahwa Toro telah melanggar Kode Etik Jurnalistik.

Dewan Pers pun menurunkan 4 (empat) poin dalam PPR atas berita tersebut. Pertaman, mewajibkan Harianberantas menerbitkan Hak Jawab dari Amril sebanyak 8 kali setelah Hak Jawab diterima dan disertai permohonan maaf.

Kedua, Amri wajib mengajukan Hak Jawab kepada Harianberantas paling lambat 7 hari kerja setelah PPR ini diterima dan mengacu pada Peraturan tentang Pedoman Hak Jawab.

Ketiga, Harianberantas diwajibkan memenuhi ketentuan yang diatur oleh Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers.Keempat, Harianberantas wajib memuat isi seluruh poin PPR tersebut dalam medianya.

"Semua Poin sudah kita laksanakan. Terutama, poin kedua, ketiga dan keempat. Toro bahkan sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW), sebagai bagian dari pon ketiga. Namun, untuk Poin pertama, pihak Pengadu (Amril, red) justru tak pernah mengirimkan Hak Jawab," ungkap Kuasa Hukum Toro, Jusman SH MH.

Meski demikian, lanjut Jusman, Harianberantas bahkan mengambil inisiatif menerbitkan berita klarifikasi sebanyak 9 kali disertai permintaan maaf. "Hingga hari ini, justru Hak Jawab dari Amril yang tak pernah muncul. Amril yang tak patuh, malah pada ‎2017, kasus Toro dinaikkan ke tingkat penyidikan oleh Kepolisian," ucap Jusman.

Ia pun heran, kenapa terbit Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), padahal ini jelas sengketa pemberitaan jurnalistik. Bahkan, saat ini sudah masuk ke ranah peradilan.

"Lalu, apa kabar dengan Nota Kesepahaman (MoU) Dewan Pers dengan Polri. Siapa yang telah melanggar MoU ini. Tak mungkin klien kami berdiam diri atas kasus ini dan dukungan dari rekan-rekan wartawan lain cukup menguat atas pelanggaran MoU ini," tanya Jusman.
‎Saat ini, kasus Toro ini sudah memasuki pemeriksaan saksi-saksi terlapor di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. 

Wahyudi pun mengajak seluruh insan pers untuk mengikuti sidang ini dan menguak fakta-fakta secara utuh.‎ [Sumber  : beritariau.com/red]
Bagikan:

Komentar