Cara tersebut dikemas dalam nilai leluhur kebudayaan Jawa melalui Tausyah Wayang.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau Maulidan, baru saja dilaksanakan, Selas malam, (19/10/2021) kemarin, bertempat di Taman Rekreasi Alam Mayang Pekanbaru.
Peringatan bertema, "Tafsir Syahadat Dalam Kreatifitas Jawa", menghadirkan penceramah Ustad DR Santoso sebagai Dalang Perwayangan PKNS Riau.
Demikian dikatakan Riyono Gede Trisoko selaku Pengelola Taman Rekreasi Alam Mayang Pekanbaru, melalui kebudayaan dalam tafsir syahadat, agama dalam nilai-nilainya akan menjadi lembut, bukan radikal, karena kebudayaan mengajarkan kearifan.
"Saya rasa ini sangat penting untuk di taladani, apa lagi zaman sekarang, banyak pemahaman tentang agama yanga sangat bagus, akan tetapi sedikit sekali mengabungkan nilai kebudayaan sebagai pewaris leluhur yang mesti untuk dipedomani, terutama untuk kalangan generasi melenial saat ini", kata Riyono.
Lanjut Riyono, kegiatan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW lewat tausyah wayang akan dijadikan hak paten setiap tahunnya.
Lebih luas lagi, DR Santoso menjelaskan, PKNS itu adalah sebuah penguyuban yang konsen terhadap pelestarian budaya, kemudian menjadi sarana untuk menguatkan speritualitas masyarakat jawa dalam hal ini agama Islam.
Pada malam ini, merupakan penyelengaraan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan mengangkat sebuah tema, Tafsir Syahadat Dalam Kreatifitas Jawa.
"Masyarakat kita jawa memang sangat kreatif mengembangkan speritual yang dituangkan dalam alam pikiran mereka, tanpa meninggalkan asensi nilai keislaman itu sendiri", terangnya.
Mengenai penjabaran tentang syahdat adalah merupakan sikap keyakinan dengan bersandar kepada keagungan Allah SWT, sehingga setiap saat maupun waktu, harus pandai menafsirkan ajaran yang tidak pernah berubah, tapi mampu memberikan energi bagi semua insan menghadapi persoalan, termasuk menghadapi pandemi Covid-19 saat ini.
"Jadi kontek penafsiran syahdat, bisa kita artikan, dengan keimanan dan keyakinan teguh, mampu dan sabar dalam menghadapi pandemi ini",paparnya.
Menyiapkan masalah tausyah melalui lakon perwayangan, hanya sebuah kreatifitas bsemata. Pada dasarnya sikap ketauladanan itu yang mesti dilestarikan, agar dapat memperkuat biologis dengan cara melakukan dialog satu sama lainnya.
"Saya rasa ini salah satu metode agar para jemaah tidak merasa di guru, namun bersama-sama mengaji apa isi dan makna tausyah tersebut", tutupnya sembari berharap kepada generasi milenial, silahkan berkreativitas, namun jangan meninggalkan nilai agama maupun leluhur. Sebab kekuatan kehidupan kita adalah ajaran kebudayaan para pendahulu sebelumnya.**Ril
Komentar