RIAUANTARA.CO | Di dunia yang modern telah hadir media sosial yang merupakan menawarkan sebuah cara bagi khalayak tidak hanya mengkonsusi informasi, tetapi juga bisa memberikan infromasi kepada orang lain. Melalui berbagi video, gambar, dan teks yang secara bebas bisa diakses oleh siapapun dan dimanapun.
Dalam lensa dunia politik pada saat ini, media sosial dimanfaatkan untuk mengiklankan atau branding terhadap aktor-aktor politik dalam kontestasi politik untuk menggiring opini publik untuk membentuk citra positif terhadap aktor politik terkhusus pada media sosial Twitter. Media sosial Twitter dianggap memiliki keunggulan dari media sosial lainnya karena dilengkapi dengan fitur-fitur yang tidak ada dia media sosial lainnya.
Dalam ranah politik terkhusus di media sosial warganet tersebut sering dikatan sebagai buzzer karena diidentikan dengan akun yang menyebar hoaks hingga akun bayaran. Oleh sebab itu salah kaprah ini selalu membuat makna buzzer media sosial berada pada konatasi yang negatif. Secara konseptual buzzer merupakan sosok akun media sosial baik anonim maupun nyata yang setiap dikenal memiliki kemampuan amplifikasi pesan yang cepat dan bisa membangun bercakapan dan bergerak untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan tipologi buzzer politik mengenai indetifikasi buzzer itu tersendiri dimulai dari sistem kerja sebagai supporting, defensive, dan offensive. Bahkan secara karakter teridentifikasi sebagai relawan yang Bersifat partisipan dan memiliki keterkaitan dengan figur politik, partai politik atau persamaan gagasan sosial politik lainnya.
Buzzer sejenis ini banyak berasal dari warganet yang selama ini sangat aktif di media sosial Dikarenakan lebih mengedepankan sukarelawan maka seringkali buzzer ini disebut sebagai relawan politik digital. Para buzzer ini tidak menerima bayaran karena melakukan aktivitas buzzer (memperkuat) pesan berdasarkan dukungan secara sukarela atau gotong royong.
Oleh sebab itu munculnya buzzer dinilai memiliki peran yang cukup penting dalam membentuk suatu topik pembicaraan di media sosial.
Paska deklarasi Anies Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden 2024 membuat media sosial mulai ramai untuk menggiring opini publik dan membentuk citra positif.
Hadirnya akun-akun yang mendukung Anies Baswedan sangat membantu dalam membangun citra politik untuk mempengaruhi opini publik yang mengunggah konten dan narasi-narasi serta counte rnarasi yang dilakukan. Pasca deklarasi akun-akun yang terafiliasi Anies Baswedan melakukan branding dengan melakukan amplifikasi konten dan narasi terhadap orang-orang yang mendukung Anies Baswedan.
Namun tidak terlepas terdapat isu-isu yang juga menyerang Anies Baswedan dimulai dari menganggap Anies Baswedan yang gagal dalam memimpin DKI Jakarta semasa menjabat Gubernur. Kegagalan-kegagalan itu berupa isu-isu terkait Jakarta International Stadium (JIS), Kali Ciliwung yang mangkrak, kasus sirkuit Formula E dan juga isu-isu rasis seperti keturunan Yaman, Politik Identitas, serta pemimpin yang Intoleran.
Hadirnya isu-isu negatif yang menyerang Anies Baswedan maka akun-akun yang terafliasi dalam mendukung Anies Baswedan melalukan postingan cuitan Twitter untuk membentuk citra positif sekaligus mengcounter isu negatif yang menyerang Anies Baswedan.
Dalam melakukan amplifikasi pesan berupa konten dan narasi akun-akun di media sosial mencoba untuk memberikan edukasi, sosialisasi, sekaligus juga untuk mengenalkan fakta dibalik isu-isu tersebut dengan menggunakan strategi komunikasi yang terdiri dari repetition, canalizing, informatif, persuasif dan edukatif.
Dari kehadiran isu tersebut juga akun-akun pendukung Anies Baswedan untuk mengamplifikasi pesan di Twitter agar dapat mempengaruhi opini publik melalui konten dan juga narasi yang diberikan. Melihat segala bentuk hasil postingan cuitan Twitter yang diunggah oleh para pendukung Anies Baswedan dapat dilihat bahwa terjadi beragam strategi yang dilakukan oleh mereka.
Secara strategi umum yang dilakukan adalah dengan cara meyakinkan publik dalam memberi penjelasan terhadap khalayak publik dengan tujuan membangun opini kepada mereka Opini yang dibangun dilakukan secara berulang-ulang terkait postingan yang dimulai dari branding Anies Baswedan yang merupakan seorang baik, seorang dosen, rekam jejak, keberhasilan JIS yang merupakan karya anak bangsa, dan isu lainnya yang selalu di posting ulang kepada warganet.
Hal ini diharapkan akan menjadi sebuah post-truth dimana segala sesuatu yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi kebenaran. Terbentuknya sebuah dan konten narasi berdasarkan dengan apa yang didapatkan dari hasil lapangan mengenai apa yang dirasakan oleh masyarakat. Tujuan dari konten dan narasi tersebut merupakan pesan kepada publik yang berangkat dari keresahan hati dan juga manifestasi dari Anies Baswedan tersendiri mengenai target apa yang akan dilakukan.
Oleh sebab itu konten-konten yang disebar selalu menjunjung fakta, data, dan tanpa adanya isu hoaks yang diharapkan apa yang disebar dapat menjadi edukasi bagi khalayak publik di Twitter.
Melihat dari pola penyebaran konten tersendiri juga terdapat perbedaan antara pendukung Anies Baswedan yang khusus di media sosial dan di lapangan. Bisa dikatakan ini adalah relawan yang terstruktur dan ada yang individual. Terjadi perbedaan yang signifikan antara relawan struktur dan individual yang terlihat dari pola penyebaran konten dan juga narasi.
Kebanyakan dari relawan yang terstruktur adalah orang-orang yang mendukung Anies Baswedan di lapangan, kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh Anies Baswedan diikuti oleh relawan-relawan struktur yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada relawan individual yang hanya mendukung Anies melalui media sosial Twitter terfokus pada penyebaran konten dan narasi untuk mengamplifikasi pesan-pesan yang disampaikan oleh fakta lapangan yang bersumber juga dari relawan lapangan. Kolaborasi relawan antara struktur dan individu bisa dikatakan sebagai kolaborasi yang sangat baik karena sumber informasi untuk dijadikan konten bersifat fakta oleh sebab itu konten-konten beserta narasi yang disebarkan berdasarkan dengan keresahan hati masyarakat, tetangga hingga mereka sendiri mengenai kenyataan yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Melihat dari penyebaran konten dan juga narasi-narasi yang dibuat oleh pendukung Anies Baswedan juga melihat terbentuknya hegemoni yang dilakukan. Selaras dengan yang dikatakan oleh Antonio Gramsci mengenai hegemoni bahwa Hegemoni memiliki berbagai kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat. Salah satu bentuk kekuatan hegemoni adalah adanya kemampuan untuk menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, dianggap benar sehingga masyarakat meyakini wacana tersebut sebagai sesuatu yang benar juga sebaliknya sebagai sesuatu yang salah atau menyimpang.
Oleh sebab itu hegemoni adalah upaya yang dilaksanakan dengan cara membujuk. Hadirnya konten-konten di Twitter bertujuan untuk khalayak publik didalam ruang publik Twitter meyakini untuk memilih Anies Baswedan dengan berdasarkan rekam jejak, kepantasan untuk menjadi Presiden dan memenangkan Pemilu 2024.
Dari observasi yang dilakukan dapat dilihat dari pergerakan media sosial Twitter bahwa yang melakukan penyebaran konten-konten dan narasi dalam mendukung Anies Baswedan merupakan relawan. Relawan yang terbentuk ini terbagi atas relawan struktur dan juga relawan yang bersifat individual. Secara latar belakangnya masing-masing relawan ini mempunyai beberapa tugas dan fungsi yang berbeda dari segi informasi namun secara alur dan tujuan yang sama. Yaitu sebagai penggiring opini publik di media sosial dalam mendukung Anies Baswedan di Twitter.
Pada saat ini relawan yang terbentuk untuk mendukung Anies Baswedan berperan dalam strategi komunikasi politik dimana gabungan individu yang bergerak secara sukarela akan sering melakukan kegiatan terkhusus dalam postingan di media sosial Twitter dengan tujuan adalah menggiring opini publik warganet di Twitter. Sedangkan jika dikorelasikan dengan buzzer maka relawan yang mendukung Anies Baswedan bisa dikatakan sebagai buzzer hanya berperan untuk mendukung Anies Baswedan dalam menggiring atau mengubah opini publik di Twitter. Selaras dengan konseptual topologi mengenai buzzer bahwa buzzer bisa berdiri secara independen, dan juga bersifat relawan.
Buzzer independen memiliki karakter yang bebas dan tidak terlihat oleh brand apapun. Bisa digunakan untuk kepentingan branding atau promosi yang berkaitan dengan politik sesuai pesanan dari agensi, politisi, partai politik maupun stakeholder yang menggunakan jasanya. Buzzer yang terklasifikasi sebagai relawan merupakan partisipan dan memiliki keterkaitan dengan figur politik, partai politik, atau persamaan gagasan sosial politik lainnya. Buzzer sejenis ini banyak berasal dari warganet yang selama ini sangat aktif di media sosial dikatakan lebih mengedepankan sukarelawan maka seringkali buzzer ini disebut sebagai relawan politik digital. Para buzzer ini tidak menerima bayaran karena melakukan aktivitas yang dilakukan buzzer namun dalam memperkuat pesan dan narasi berdasarkan dukungan secara sukarela atau gotong royong.
Secara keseluruhan terdapat point mengenai praduga penggunaan buzzer dalam amplifikasi pesan di media sosial Twitter yang mendapatkan bayaran dari pihak penyewa jasa. Namun fakta yang terjadi sepanjang deklarasi Anies Baswedan bahwa amplifikasi pesan di media sosial yang bersifat konten narasi dilakukan oleh relawan-relawan Anies Baswedan yang berdasarkan dengan keresahan hati masyarakat yang ingin adanya sebuah perubahan dalam kepemimpinan Indonesia dan juga berdasarkan ideologis dari Anies Baswedan dan bersifat sukarela.
Dalam hal ini buzzer bisa dikatakan sebagai fungsi yang positif yang menggiring opini publik dengan menggunakan konten dan narasi yang disertai dengan fakta-fakta yang jelas, serta tidak adanya perlakukan untuk menyerang aktor politik lainnya dengan menggunakan narasi-narasi negatif.(red)
Oleh: Ilham Yuri Nanda
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang
Email: ilhamnanda99@gmail.com
Komentar