Penulis : DR.Abdulhaque Albantanie, SE,ME Sy, Phd
Editor : Ab
Riauantara.co | Jumat, 08-08-2024
DR.Abdulhaque Albantanie, SE,ME Sy, Phd |
Pekanbaru, riauantara.co | “Apabila kita kembali kepada konsep Islam yang dituangkan Al-Quran maka tak ada
satupun aktivitas manusia yang terlepas dari ibadah, termasuk apa-apa saja yang disebut
ulama fiqih sebagai aktivitas muamalah.” (Sayyid Qutub)
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Rasulullah
menyebutnya sebagai “Ittiba” yang berarti mengikuti dan patuh kepada Allah (Sayyid
Qutub:2003). Ibadah dalam makna umum yakni menjalankan perintah Allah dan
menghindari larangan.
Istilah ibadah saat ini telah terdistorsi sebagai hanya aktivitas ritual belaka seperti
shalat, berzikir, puasa dan sebagainya. Sayyid Qutb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an
menyebut pemaknaaan ibadah (aktivitas yang berhubungan dengan Allah) yang dibedakan
dengan muamalah (aktivitas yang berhubungan dengan manusia) telah membawa
pengaruh besar yang kurang baik dalam kehidupan masyarakat muslim dunia. Awalnya
pembedaan ini hanya teknis belaka untuk tujuan ilmiah dalam kajian fiqih. Ada Fikih
Ibadah yang berhubungan dengan ritual agama dan Fikih Muamalah yang berhubungan
dengan relasi manusia dengan manusia. Padahal dalam Islam tak ada satupun kegiatan
manusia yang terlepas dari ibadah. Jadi apa-apa yang dianggap kegiatan muamalah, seperti
jual-beli, bekerja, berpolitik dan berbisnis sejatinya juga ibadah. Kegiatan itu harus
memenuhi tuntutan pemaknaan sikap patuh dan tunduk kepada Allah SWT seperti ibadah
shalat dan lainnya.
Berbisnis, bekerja, dan mencari rezeki adalah fitrah manusia. Sebab itulah manusia
disebut homo faber (makhluk kerja). Pribadi muslim sejati tampak tak hanya saat dia
shalat dan berada di masjid tapi juga saat dia bekerja, berbisnis dan mencari rezeki.
Manusia diberi mandat untuk memakmurkan, mengelola, mengatur, menata, menguasai,
memelihara dan melestarikan bumi ini, sebagai sarana dan prasarana kehidupan untuk
mencari rezeki. Mencari rezeki yang direalisasikan dalam bentuk bekerja dan berusaha
merupakan kewajiban bagi seorang muslim, yang di dalam al-Qur’an dikenal dengani stilah amal saleh:
Allah Berfirman:
“Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
Sesungguhnya Tuhanku amat dekat rahmat Nya lagi memperkenankan doa.” (QS. Hud
[11]: 61)
Kata amal saleh dalam al-Qur’an terulang sebanyak 351 kali dan memberi
penekanan pentingnya bagi setiap mukmin untuk beramal, bekerja, dan melakukan
aktivitas wirasusaha guna mengeolah dan memakmurkan bumi. Inilah semangat al-Qur’an
yang terkait dengan kemajuan peradaban. Etos Islam inilah yang membuat tradisi berusaha
di kalangan mukmin sangat tinggi. Nabi SAW adalah pedagang, sahabatnya sebagian besar
adalah pedagang, para ulama dan pendakwah Islam juga pedagang dan karena aktivitas
perdaganganlah Islam bisa menyebar ke seluruh dunia dan sampai ke nusantara kita yang
jauh ini. Karenanya jelas, dalam perspektif agama, beraktifitas, berbisnis, disiplin dalam
bekerja serta bersungguh-sungguh dalam mencari rezeki, termasuk bagian dari ibadah.
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menganjurkan untuk berusaha dan bekerja sungguh-sungguh. Antaranya adalah surat al-'Ankabūt ayat 69, surat al-Taubah ayat 105, surat al-Zumar ayat 39, surat al-Jumu’ah ayat 10 dan surat al-Mulk ayat 15.
Ayat-ayat ini memerintahkan setiap mukmin untuk berusaha, bekerja dan mengevaluasi pekerjaan itu serta bekerja sesuai kemampuannya.
Allah berfirman:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui
akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah [9]: 105).
Allah juga berfirman:
“Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa
yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal". (QS. Az-Zumar [39]: 39-40)
Menurut Quraish Shihab, dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad
menyeru pada kita agar bekerja secara terus menerus sesuai keadaan, kemampuan dan
melakukan aneka kegiatan positif guna terus meningkatkan diri. Kita tak boeh statis dan
harus terus-menerus mengembangkan diri sebab masalah hidup juga berkembang.
Pesan moral ini dapat menjadi etos bisnis yang mumpuni. Kita mesti memiliki jiwa
kepemimpinan, kreatif dan memiliki perhitungan matang dalam berusaha. Kita juga harus
senantiasa berhitung, menghargai waktu dan selalu haus akan kebaikan. Dengan ayat ini
juga kita mesti memupuk sikap hidup hemat dan efisien, memupuk jiwa wirausaha,
memiliki insting bertanding dan bersaing, mandiri, ulet dan menjalin networking yang kuat.
Banyak sekali Hadis Nabi yang menjelaskan bahwa mencari rezeki halal itu merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim:& quot;Mencari rezeki yang halal merupakan kewajiban bagi setiap muslim". (HR. Dailami,dalam Al-Jami al-Shagir).
Dalam Hadis lain diterangkan bahwa berbisnis, bekerja guna mencari rezeki halal
merupakan kewajiban kedua setelah mengerjakan kewajiban ibadah.
Nabi Saw bersabda:& quot;Mencari rezeki halal merupakan kewajiban sesudah kewajiban beribadah". (HR.
Thabrani, dalam Al-Jami al-Shagir).
Komentar