Pekanbaru, riauantara.co | Kekayaan adalah salah satu nikmat Allah SWT yang dapat menjadi berkah atau ujian bagi pemiliknya. Di tangan orang-orang saleh, harta tidak hanya menjadi sarana pemenuhan kebutuhan pribadi, tetapi juga alat untuk menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Sejarah Islam mencatat banyak tokoh besar yang memanfaatkan kekayaannya untuk tujuan mulia, menjadi teladan bagi umat hingga kini.
Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki, dikenal sebagai ulama yang kaya namun sederhana. Kekayaannya digunakan untuk mendukung para pelajar dan pengembangan ilmu. Beliau adalah bukti nyata bahwa kekayaan tidak menghalangi kesalehan, bahkan dapat memperkuatnya. Melalui kedermawanannya, Imam Malik menunjukkan bahwa harta di tangan orang beriman dapat menjadi sarana dakwah yang efektif.
Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, juga dikenal sebagai pengusaha sukses. Dari bisnis kain yang dijalankannya, ia memperoleh kekayaan besar, tetapi selalu memastikan kehalalannya. Hartanya dimanfaatkan untuk membantu fakir miskin dan mendukung ulama. Prinsip hidup Imam Abu Hanifah adalah bahwa kekayaan harus menjadi alat untuk mencari ridha Allah SWT, bukan hanya untuk kepentingan duniawi.
Imam Syafi'i, pendiri mazhab Syafi'i, memandang harta sebagai amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Beliau sering membantu murid-muridnya serta memenuhi kebutuhan fakir miskin. Pesannya jelas: harta harus dikelola agar tidak melalaikan pemiliknya dari Allah SWT, melainkan menjadi jalan menuju keberkahan hidup.
Meski Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam mengelola harta, kondisi umat Islam saat ini masih banyak yang hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan ini tidak hanya membatasi kemampuan untuk membantu sesama, tetapi juga menghambat kontribusi dalam dakwah dan pembangunan masyarakat. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Kemiskinan bisa mendekatkan seseorang kepada kekufuran." (HR. Abu Dawud), sebuah peringatan tentang bahaya spiritual dari kemiskinan.
Al-Qur'an memberikan panduan yang jelas tentang keseimbangan dalam harta:
"Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu pelit) dan janganlah engkau terlalu mengulurkannya (terlalu boros) sehingga engkau menjadi tercela dan menyesal." (QS. Al-Isra: 29).
Ayat ini menekankan pentingnya manajemen kekayaan agar umat Islam bisa hidup mandiri dan bermartabat.
Hadis Rasulullah SAW juga mengingatkan, "Tangan di atas (yang memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (yang meminta)." (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menggarisbawahi pentingnya kekayaan untuk menciptakan kemandirian umat.
Dalam pandangan Islam, kekayaan adalah amanah besar. Ketika dikelola dengan baik oleh orang-orang saleh, harta tidak hanya mendatangkan kebahagiaan duniawi, tetapi juga keberkahan akhirat. Teladan para ulama terdahulu menjadi inspirasi bahwa kekayaan dapat menjadi kendaraan untuk menyebarkan kebaikan, meningkatkan kualitas hidup umat, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Semoga umat Islam masa kini dapat meneladani para ulama dalam mengelola harta, sehingga kekayaan tidak hanya menjadi sumber kebahagiaan dunia, tetapi juga jalan menuju surga.
Penulis: Dr. Abdulhaque Albantanie
Komentar