Ketua Forum Pemred Riau (FPR), Rahmat Handayani, menyampaikan keprihatinannya terhadap OTT KPK yang berhasil menjaring sejumlah pejabat penting di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru. |
Pekanbaru, riauantara.co | Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kota Pekanbaru mengungkap fakta mengejutkan terkait aliran dana korupsi, termasuk uang senilai Rp20 juta yang diduga diberikan kepada seorang wartawan. OTT ini berhasil menjaring sejumlah pejabat penting di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru.
Dalam OTT yang berlangsung pada Senin (2/12) hingga Rabu (4/12) dini hari, KPK menangkap Sekretaris Daerah (Sekda) Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, dengan barang bukti berupa uang tunai Rp830 juta.
Menurut Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, uang tersebut diduga berasal dari Kepala Bagian Umum Pemkot Pekanbaru, Novin Karmila.
"Berdasarkan pengakuan IPN (Indra Pomi Nasution), secara keseluruhan uang yang diterimanya dari NK (Novin Karmila) sejumlah Rp1 miliar. Namun, sebesar Rp150 juta sudah diberikan IPN kepada YL (Yuliarso), Kadishub Kota Pekanbaru, dan Rp20 juta ke wartawan," ungkap Ghufron.
Selain Indra Pomi Nasution, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dan Kabag Umum Pemkot Pekanbaru Novin Karmila. Ketiganya diduga terlibat dalam kasus korupsi terkait penganggaran di lingkungan Pemkot Pekanbaru.
Nurul Ghufron menyampaikan, ada dugaan pemotongan anggaran ganti uang (GU) di Bagian Umum Setda Kota Pekanbaru sejak Juli 2024 untuk kepentingan Risnandar.
Kasus ini bermula pada November 2024 saat terdapat penambahan anggaran Setda, di antaranya untuk makan dan minum. Dari penambahan ini, diduga Risnandar menerima jatah uang Rp 2,5 miliar.
Risnandar juga diduga melakukan kutipan atau pungutan dari kepala-kepala dinas atau setiap organisasi perangkat daerah (OPD). Bahkan, ada pula iuran dari rumah sakit umum daerah (RSUD) yang diduga diberikan kepada Risnandar.
KPK menegaskan akan terus mengusut aliran dana korupsi ini, termasuk dugaan keterlibatan pihak-pihak lain yang menerima dana tersebut. Fakta pemberian uang kepada wartawan juga menjadi sorotan, menunjukkan kompleksitas kasus ini yang melibatkan berbagai elemen.
"Kami akan mendalami lebih lanjut aliran dana ini dan memastikan semua pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya," tegas Ghufron.
Menaggapi hal tersebut, Ketua Forum Pemred Riau (FPR), Rahmat Handayani, menyampaikan keprihatinannya atas dugaan keterlibatan Kadishub Kota Pekanbaru, Yuliarso, serta praktik kutipan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang diungkap dalam kasus korupsi ini.
"Keterlibatan pejabat publik seperti Kadishub Kota Pekanbaru dalam aliran dana korupsi ini sangat mengecewakan. Sebagai pemimpin di tingkat dinas, seharusnya mereka menjadi contoh dalam menjaga integritas dan profesionalisme," ujar Rahmat.
Rahmat juga menyoroti praktik kutipan dari OPD sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang yang mencederai tata kelola pemerintahan.
"Praktik kutipan anggaran dari OPD, jika benar terjadi, adalah tindakan sistematis yang melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ini menjadi bukti adanya kultur birokrasi yang perlu direformasi secara menyeluruh," tegasnya.
Rahmat meminta KPK untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam kasus ini, tanpa pandang bulu. Ia juga mendesak pemerintah daerah untuk segera melakukan pembenahan mendasar dalam tata kelola anggaran dan pengawasan internal.
"Kami mendukung langkah KPK untuk mengungkap seluruh aliran dana dan memastikan bahwa semua pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pemerintah daerah harus berani berbenah, memastikan tata kelola yang lebih bersih, transparan, dan bebas dari praktik korupsi," tambah Rahmat.
Menurut Rahmat, kasus ini juga menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan masyarakat dan media terhadap praktik birokrasi yang rentan terhadap korupsi.
"Kita semua, termasuk masyarakat dan media, harus bersatu melawan korupsi demi terciptanya pemerintahan yang bersih," tutupnya.
(kmo/rd)
Komentar