Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjalani tugas berat dalam menangani sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, (sumber foto sindonews.com). |
Jakarta, riauantara.co | Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjalani tugas berat dalam menangani sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
Untuk menjaga objektivitas dan menghindari konflik kepentingan, MK memutuskan untuk mengatur pembagian perkara secara ketat. Salah satu langkah penting yang diambil adalah menghindari hakim MK menangani perkara dari daerah asalnya.
Kepala Biro Humas dan Protokol MK, Pan Mohamad Faiz, menjelaskan bahwa untuk mencegah benturan kepentingan, hakim yang berasal dari suatu daerah tidak akan menangani sengketa hasil Pilkada di daerah tersebut.
Sebagai contoh, jika seorang hakim berasal dari Jawa Tengah, maka dia tidak akan menangani gugatan Pilkada di provinsi tersebut. Kebijakan ini diambil agar tidak ada potensi konflik yang dapat merusak integritas proses persidangan.
"Beberapa hal kami pertimbangkan untuk menghindari benturan atau potensi konflik kepentingan. Misalnya, hakim yang berasal dari daerah tertentu tidak akan menangani perkara Pilkada dari daerahnya," ujar Faiz, di lansir dari sindonews, Sabtu (4/1/2025).
Sidang perdana sengketa Pilkada Serentak 2024 akan dimulai pada 8 Januari 2025, dengan persidangan dibagi dalam tiga panel.
Untuk memastikan proses berjalan lancar dan proporsional, jumlah perkara akan dibagi rata di setiap panel.
Dengan demikian, tidak ada panel yang terlalu dibebani dengan perkara yang bertumpuk.
Hingga saat ini, MK telah meregistrasi 309 gugatan perselisihan hasil Pilkada Serentak 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas gugatan berasal dari pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, yakni sebanyak 237 perkara.
Selain itu, terdapat 49 gugatan terkait pemilihan Wali Kota dan 23 gugatan terkait pemilihan Gubernur.
Dengan volume gugatan yang besar, MK berkomitmen untuk menjaga keadilan dan transparansi dalam setiap tahapan persidangan.
Masyarakat berharap agar keputusan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak dan memperkuat integritas Pilkada di Indonesia.
Komentar