Pekanbaru, riauantara.co | – Kasus penganiayaan ringan yang melibatkan seorang nenek berusia 63 tahun, Yenoviarlis alias Yen, akhirnya mencapai titik akhir di pengadilan. Nenek yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Dupa ini harus menghadapi proses hukum setelah terlibat dalam pertikaian dengan menantunya, Upik, yang berujung pada pemukulan serta pelemparan gelas yang mengenai kepala cucunya, Aria.
Insiden bermula ketika Yen merasa dirinya diceritakan oleh Upik dan seorang pedagang lain bernama Ros di tempat dagangan Upik. Merasa tersinggung, Yen langsung mendatangi lapak Upik dengan emosi, mengeluarkan kata-kata kasar, serta memukul Upik menggunakan nampan atau baki beberapa kali. Tak hanya itu, ia bahkan memanjat meja dagangan Upik sebelum akhirnya terjatuh. Namun, amarahnya belum reda—Yen kembali bangkit dan melemparkan gelas yang sayangnya mengenai kepala cucunya sendiri, Aria.
Akibat kejadian tersebut, Upik melaporkan Yen ke pihak kepolisian dengan tuduhan penganiayaan. Polisi sempat menyarankan agar permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan, namun upaya mediasi gagal, sehingga kasus ini berlanjut ke meja hijau.
Putusan Pengadilan: Vonis 1 Bulan dengan Masa Percobaan
Dalam persidangan, Yenoviarlis mengakui semua perbuatannya. Berdasarkan bukti dan kesaksian yang ada, hakim memutuskan bahwa ia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHPidana.
Berdasarkan Petikan Putusan Nomor: 7/Pid.C/2025/PN Pnr, hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut:
1. Menyatakan Yenoviarlis alias Yen bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan ringan.
2. Menjatuhkan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
3. Memerintahkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali jika dalam masa percobaan selama 2 bulan terdakwa melakukan tindak pidana lain.
4. Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.000,- (dua ribu rupiah).
Putusan ini dianggap telah memenuhi rasa keadilan, menegakkan hukum, serta menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat. Sejalan dengan pandangan Prof. Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Bab-bab Tentang Penemuan Hukum (1993), hukum bertujuan untuk menciptakan kepastian guna menjaga ketertiban dalam masyarakat.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa emosi yang tidak terkendali bisa berujung pada konsekuensi hukum, meskipun dalam lingkup keluarga. Dengan adanya keputusan ini, diharapkan semua pihak dapat mengambil pelajaran agar perselisihan dapat diselesaikan dengan cara yang lebih bijak tanpa harus berujung ke ranah hukum.
Komentar